Lutfi
Sarif Hidayat, SEI
Pemerhati
Ekonomi Politik
Indonesia
adalah negeri dengan julukan gemah rimpah lok jinawe. Julukan ini bukanlah
tanpa alasan. Sebab pada faktanya negeri ini berada dalam garis equator
atau khatulistiwa. Sehingga Indonesia mendapat anugerah dengan berbagai
macam kekayaan alam, flora, fauna serta dengan tanah yang subur.
Namun apa daya ketika kekayaan yang dimiliki nyatanya belum mampu memberikan
kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.
Begitulah
Indonesia, negeri dengan seribu cerita ini masih menyimpan banyak masalah. Dan
tidak hanya dalam masalah kesejahteraan, lebih dari itu jika dilihat Indonesia
mempunyai banyak masalah dalam segala aspek kehidupan.
Moralitas
Dalam
persoalan moral bangsa, khususnya anak-anak muda sepertinya sedang terjadi krisis
begitu rupa. Kerusakan moral sudah menjadi tontonan setiap hari secara langsung
di tengah masyarakat maupun dalam pemberitaaan. Pergaulan bebas, premanisme,
geng-geng motor pengganggu, narkoba, aborsi, perilaku tidak sopan kepada
orang lain, kriminalitas dan sebagainya. Dan ini menjadi pertanda akan
mengkisnya nilai moralitas di tengah-tengah masyarakat.
Politik
Pemerintahan
Dalam
ruang politik di negeri ini, sistem pemerintahan seakan berjalan bukan untuk
kepentingan, keadilan, kemakmuran, kesejahteraan dan kemandirian rakyatnya.
Rezim berjalan untuk kepentingan asing, aseng maupun asong.
Dalih-dalih berkedok hukum digunakan dalam rangka mempelancar proyek-proyek
penyokong rezim. Kepentingan menjadi poros dalam roda pemerintahan. Saat
kepentingan mereka harus mengorbankan rakyat, tanpa ragu itulah yang dilakukan
dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan.
Politik
berjalan dengan prinsip mencari kesempatan agar meraih keuntungan besar demi
kepentingan pihaknya. Inilah politik oportunistik dan pragmatis yang
sedang terjadi di negeri ini. Asal sama dalam kepentingan demi keuntungan,
pihak-pihak yang dulu “perang” bisa lengket seakan tidak bisa terpisah.
Juga sebaliknya, ketika saatnya berbeda kepentingan, komitmen politik yang
dibangun bersama, bisa pecah dan menjadi seakan “musuh” dalam politik.
Saat
menjadi oposisi, terlihat begitu sedihnya dengan tangisan air mata menuntut
keadilan atas nama rakyat. Demontrasi terjadi di berbagai daerah demi membela
kepentingan rakyat. “Kami menolak kenaikan BBM”, “Kami menolak
kenaikan Tarif Dasar Listrik”, “Kami menolak ini, itu dan lainnya” begitulah
yang terucap saat bukan menjadi penguasa. Namun, tatkala kekuasaan berhasil
didapat, mereka seakan lupa dengan janji-janji kampanye, lupa dengan tangisan
air mata dan lupa dengan demo-demo yang pernah dilakukan. Karena justru mereka
lah saat berkuasa yang menaikan BBM dan berbagai kebijakan yang tidak pro
dengan kepentingan rakyat. Begitulah politik saat ini, yakni bukan apa yang
terlihat dalam media, serta bukan apa yang tertulis dalam secarik kertas. Namun
politik adalah apa yang ada di balik itu semua.
Rasanya
begitu kompleks masalah terjadi di negeri ini, sudahlah perilaku para pemangku
kekuasaan tidak menunjukkan sikap negarawan sejati. Ditambah dengan sistem
politik yang berlaku saat ini adalah demokrasi-liberal. Hasilnya
bisa dilihat dari kombinasi politikus dan sistem politik yang berdasar kepentingan
dan kebebasan ini, akan muncul kebijakan-kebijakan yang merusak seperti legalisasi
miras, prostitusi dan lainnya. Semua muncul, sejatinya atas peran
serta sistem politiknya, yakni demokrasi, selain dari pada perilaku orang di
dalamnya.
Ekonomi
Dalam
ruang ekonomi, saat ini negeri ini berkiblat pada neo-imperialisme dan neo-liberalisme
dalam bingkai ideologi kapitalisme. Negeri ini sekarang berada dalam
cengkeraman neo-liberalisme dan neo-imperialisme, yang menjadi
penyebab terpuruknya perekonomian. Neo-liberialisme dengan gagasan dasar
agar negara tidak mempunyai peran dalam mengatur masyarakat. Ekonomi diserahkan
kepada mekanisme pasar bebas, negara hanyalah regulator, dan kedepannya
mengarah kepada corporate state. Karena pada ujungnya pemenangnya adalah
para pengusaha dengan adanya regulasi dari negara. Regulasi tersebut berupa
undang-undang liberal yang tidak pro rakyat. Inilah kombinasi antara pengusaha
dengan para politikus, dan kadang dibantu oleh pihak asing, aseng
maupun asong.
Terbukti
dengan adanya catatan pengamat Universitas
Airlangga Surabaya Bambang Budiono MS, M. Sosio yang mengatakan 72 undang-undang di Indonesia
diintervensi asing. Contohnya World Bank pada UU BOS, UU PNPM; IMF pada UU BUMN
(No 19/2003), UU PMA (No 25/2007) dan USAID pada UU Migas
(No 22/2001).
Kemudian
neo-imperialisme atau penjajahan gaya baru, yang berbeda dengan dulu.
Ketika dulu menjajah dengan penjahan fisik, serta rakyat sadar secara langsung
jika dijajah. Maka neo-imperialisme saat ini sesungguhnya lebih
berbahaya, karena banyak masyarakat yang belum sadar jika dijajah. Substansinya
juga sama, jika dulu mengambil rempah-rempah (penguasaan sumber ekonomi/gold),
menancapkan kekuasaaan (glory), penyebaran ajaran tertentu (gospel).
Sedangkan sekarang juga terjadi eksploitasi kekayaan alam, menancapkan demokrasi,
liberalisme, kapitalisme dan lainnya yang nyatanya menyesatkan
dan menyengsarakan rakyat.
Dampaknya
bisa terlihat, rupiah yang melemah, defisit luar biasa dalam neraca transaksi
berjalan, kekayaan alam dirampok, utang menumpuk, daya beli rendah, PHK dan
lain-lain. Ditambah dengan solusi hanya berkemungkinan menarik sebanyak-banyak investor,
atau utang luar negeri. Wajar jika ada kemungkinan pajak akan kian bertambah,
seiring dengan kondisi ekonomi yang kian menurun. Maka, alih-alih pemerintah
menawarkan kebijakan sebagai stimulus ekonomi guna perbaikan ekonomi,
justru hasilnya akan sama saja, dan bahkan kian parah, jika neo-liberalisme
dan neo-imperialisme tetap bercokol di negeri ini.
Hukum
Dalam
ranah hukum di negeri ini, orang akan mengatakan hukum seperti pisau, tajam ke
bawah dan tumpul ke atas. Ketika banyak orang mengatakan demikian, itu semua
bukan berdasar asumsi belaka. Namun karena apa yang mereka rasakan dalam
penegakkan hukum di negeri ini. Ketika orang-orang kecil dengan kesalahan
karena keterpaksaan tuntutan ekonomi, atau bahkan karena ketidaktahuan. Dan
kemudian dilaporkan sebagai pencuri, serta tidak peduli jika pelakunya adalah
seorang nenek-nenek tua, segera hukum akan menindaknya. Bukan membenarkan
tindakan pidana. Namun apakah tidak melihat aspek lainnya, sehingga keadilan
benar-benar bisa dirasakan di negeri yang berdasar hukum ini.
Sosial
Kemasyarakatan dan Pendidikan
Dalam
persoalan sosial kemasyarakatan akan ditemukan bertumpuk masalah-masalah di
dalamnya. Kerusakan moral, hilangnya budaya malu sehingga bebas berbuat
semaunya, seks bebas, narkoba, premanisme, kriminalitas,
pertikaian, perkelahian, hubungan sosial memburuk, terkikisnya kerukunan dalam
bertetangga dan bermasyarakat. Dan berbagai jenis macam penyakit-penyakit
sosial di tengah masyarakat yang jika disebutkan akan membuat hati teriris dan
menangis. Hati seakan tersayat dengan problem-problem sosial yang kian mendera.
Di
tengah-tengah masyarakat berkembang pesat apa yang disebut hedonisme, permisivme,
dan liberalisme. Hedonisme adalah faham yang menjadikan
kesenangan dan kebahagiaan dunia sebagiai tujuan utama. Sehinga apapun yang
dilakukan semua ditujukan untuk meraih kesenangan dan kebahagiaan dunia. Dan permisivme
adalah faham yang berpendapat bahwa bolehnya berbuat segala sesuatu. Sehingga
batasan-batasan norma, etika dan agama tidak dipedulikan. Sedangkan liberalisme
adalah kebebasan tiada batas yang jelas. Maka, manusia mempunyai kebebasan
dalam berbuat dan batasannya adalah subjektifitas dari pelakunya. Jika semua
itu menjangkiti kehidupan sosial dan kemasyarakatan, maka bisa ditebak apa yang
akan terjadi. Kondisi kian memburuk
Persoalan-persoalan
dalam masalah sosial dan kemasyarakatan sedikit banyak berhubungan dengan pola
pendidikan yang ada. Baik pendidikan keluarga maupun pendidikan formal. Dan
menjadi masalah adalah ketika dalam keluarga hanya mengandalkan pendidikan
formal. Sedangkan pendidikan formal seringkali di dalamnya, hanya ditanam
kepada peserta didiknya berkutat pada arus materialistik belaka.
Maksudnya, orientasi pendidikan adalah untuk mengejar dan mencari materi
sebagai prioritas utama. Lulus dari pendidikan yang difikirkan bukanlah
perannya di masyarakat seperti apa.
Sehingga
ketika pendidikan keluarga cenderung acuh, pendidikan formal
berorientasi materi dan lingkungan masyarakat berbau hedonis,
permisif dan liberalis. Bisa dipastikan sendi-sendi kehidupan masyarakat
akan jauh dari kata baik.
HTI
Memberikan Solusi
Dengan
banyaknya masalah yang mendera di negeri Indonesia, di sinilah kemudian saya
melihat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menawarkan solusi. HTI ingin agar
masalah-masalah di negeri ini khususnya bisa terselesaikan. Saya melihat HTI
hadir dengan gagasan yang jernih sebagai penyelesaian atas segenap problem di
Indonesia.
HTI
tidak pernah berhenti menyuarakan gagasan-gagasan dalam setiap kegiatannya. HTI
berusaha membangun kesadaran dan memberikan edukasi kepada masyarakat
bahwa semua masalah di dalam negeri ini bisa untuk diselesaikan.
Di
situlah HTI menawarkan Islam sebagai solusi. Islam adalah agama
sekaligus ideologi dimana di dalamnya terdapat seperangkat aturan
sempurna yang mampu menjawab segala persoalan manusia. Dalam persoalan ekonomi,
Islam memiliki Sistem Ekonomi Islam yang jelas sangat berbeda dengan Kapitalisme
ataupun Sosialisme. Dalam urusan politik pemerintahan, sosial
kemasyarakatan, hukum dan seluruh bidang lainnya, Islam mempunyai aturan-aturan
paripurna.
Oleh
karena itu, saya melihat ketika HTI mengajak masyarakat untuk menerapkan Islam
secara menyeluruh dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat serta negara
adalah semata untuk menyelesaikan segala masalah di Indonesia. Karena HTI ingin
Indonesia lebih baik dan mulia dengan Islam.[]