Nur Afifah – Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Syariah-Sentra
Bisnis Islam Surabaya
Saat ini orang Indonesia sedang diramaikan
dengan pelaksanaan Pemilihan Gubernur Jakarta putaran kedua, Pemungutan dan
penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) akan berlangsung pada 19
April 2017. ( https://news.detik.com/berita/d-3438563/ini-jadwal-tahapan-pilgub-dki-jakarta-putaran-kedua
) Kedua
pasangan ini melakukan berbagai cara agar bisa mengambil hati rakyat untuk
kemenangan pasangan calon gubernur. Cara yang dilakukan oleh kedua pasangan ini
sangat beraneka macam. Misalnya terjadi kasus, Ketua DPC PPP kubu Haji Lulung,
Hadi menduga pengiriman sembako itu dikoordinir oleh pengurus PPP kubu Ketum
Romahurmuziy (Romi). Dia mengaku kecewa atas tindakan tersebut karena dilakukan
di masa-masa tenang Pilgub DKI.
"Ada laporan masyarakat, ada penurunan
sembako jam 02.00 WIB pagi sebanyak 7 truk sembako. Lalu teman-teman yang
sedang berkeliing melapor ke saya. Kemudian saya persuasif ajak komunikasi
warga, saya dapati ini dikoordinir oleh PPP kubu Romi," kata Hadi
sebelumnya di lokasi yang sama.
Menurut Lulung, proses penyimpanan sembako
tersebut dapat melemahkan demokrasi yang ada di Jakarta. Seharusnya hal itu
tidak dapat terjadi dalam masa tenang Pilgub DKI Jakarta putaran kedua.
"Ini bentuk kecurangan dan melakukan
melemahkan demokrasi kita. Ini tidak diharapkan karena minggu tenang,"
ujar Lulung di lokasi, Jalan Jagakarsa Raya, Jakarta Selatan, Senin
(17/4/2017). ( https://news.detik.com/berita/d-3476496/ada-penyimpanan-sembako-di-kantor-ppp-jaksel-lulung-itu-curang
)
Ketika situasi seperti ini terjadi, itu
adalah wajar karena memang demokrasi itu sangat memihak kepada siapa yang punya
modal untuk melaksanakan kepentingannya. Sehingga memang dalam demokrasi
terjadi kasus seperti ini itu sangatlah wajar. Lagi-lagi siapa yang memiliki
kepentingan dan ia punya modal maka itulah yang akan menang, apalagi ditambah
dengan menggandeng para korporat asing yang memiliki dana yang lebih besar.
Bagaimana dengan Islam ?
Islam diterapkan dimasyarakat oleh tiga
pilar: ketakwaan individu, kontrol sosial masyarakat dan oleh negara. Nah saat
ini, dari dua pilar itu tinggal satu
yang tersisa, yaitu ketakwaan individu, itupun relatif sedikit dibanding
populasi. Adapun kontrol sosial sekarang sudah sangat kabur. Sudah puluhan
tahun, kultur yang ada hanya mentolerir pengamalan ajaran Islam, bukan memotivasinya.
Yang mengabaikan kewajiban atau melanggar larangan agama semakin merasa
biasa-biasa saja. Bahkan sebagian hal-hal yang diwajibkan Islam masih
memerlukan ijin untuk diterapkan. Inilah opini yang saat ini berkuasa.
Sedangkan negara, yang mestinya tinggal
memaksa mereka yang ketakwaannya ataupun kontrol sosial dilingkungannya belum
mendorong menaati Islam, justru saat ini hanya mengikuti tadi. Demokrasi adalah
doktrin bahwa hukum atau aturan masyarakat harus diambil atas kehendak rakyat.
Ketika opini umum yang dominan ditengah rakyat masih sekuler liberal, otomatis
demokrasi hanya akan menghasilkan hukum yang sekuler-liberal.
Saatnya para Intelektual mengambil peran dan
tanggung jawab. Merekalah yang harus menginspirasi para pemimpin politis agar
maju, mengambil alih tanggung jawab memimpin masyarakat menghadapi masa-masa
yang berat. Bila para intelektual ini lebih cinta dunia dan takut mati, maka
para pemimpin pun akan menjadi lemah dan akhirnya rusak. Jika pemimpinnya
rusak, maka umatpun akan rusak. Sebaliknya, jika para intelektual ini lebih
mencintai Allah dan mati syahid, tidak takut menderita, maka para pemimpin akan
menjadi kuat, menjadi besar hatinya, dan berusaha menjauhi kerusakan. Dan jika
ada pemimpin-pemimpin yang seperti ini, maka umatpun akan bisa diperbaiki,
karena ada teladan yang bisa dipercaya. Umatpun akan bisa dibangkitkan, dan
bisa diajak bergerak menuju tugas sejarahnya.
Wallahua’lam