Oleh
AB Latif (Indopolitik Watch)
Sungguh
terlalu. Itulah ungkapan yang mungkin ada dalam benak sebagian besar masyarakat Indonesia. Betapa tidak, dana
subsidi yang menjadi tumpuan masyarakat kecil dihilangkan sedikit demi sedikit.
Ujungnya dihapus sama sekali. Sementara dana subsidi untuk Parpol naik 10 kali
lipat menjadi Rp. 1.000 persuara. Kementrian Keuangan (Kemenkeu) telah
menyetujui usul kenaikan dana bantuan untuk Parpol. Nilai kenaikannya cukup
fantastis, yaitu dari Rp. 108 per suara kini naik hampir sepuluh kali lipat
menjadi Rp. 1.000 per suara. Hal ini disampaikan oleh Direktur Politik Dalam
Negeri Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar kepada jawa pos
pada hari jum’at (Jawa Pos, 27 mei 2017). Angka ini jauh dari angka yang
diusulkan Kemendagri yaitu Rp. 5.400 untuk setiap suara yang diperoleh Parpol.
Dilematis dan anomali di tengah kondisi memprihatinkan ini.
Jikalau
angka itu kita asumsikan berdasarkan perolehan suara pemilu 2014 dengan besaran
dana yang diterima untuk setiap suara dengan nilai Rp. 1.000 per suara, maka
perkiraan subsidi yang diperoleh Parpol adalah : PDIP mendapat Rp. 23,68
miliar, Partai Golkar mendapat Rp. 18,43 miliar, Partai Gerindra mendapat Rp.
14,76 miliar, Partai Demokrat mendapat Rp. 12,73 miliar, PKB mendapat Rp. 11,30
miliar, PAN mendapat Rp. 9,48 miliar, PKS mendapat Rp. 8,48 miliar, Partai
Nasdem mendapat Rp. 8,40 miliar, PPP mendapat Rp. 8,16 miliar, Partai Hanura
mendapat Rp. 6,58 miliar (jawa pos, 27 mei 2017). Jika diakumulasi semua maka
akan terkumpul dana sebesar Rp. 122 miliar. Dana ini belum termasuk anggaran
Pileg dan Pilpres. Padahal semua anggaran itu baik dana Pileg/Pilpres atau dana
Parpol diambilkan dari APBN.
Subsidi
Bukan Untuk Rakyat
Inilah
fakta sesungguhnya dana dari APBN yang sangat besar dan naik tiap tahun
bukanlah untuk kesejahteraan rakyat, melainkan untuk partai dan birokrasi untuk
membayar cicilan utang Negara yang tak kunjung selesai. Akibatnya bisa kita
lihat bersama, semua subsidi untuk rakyat yang notabene pemilik anggaran
dihapus sedikit demi sedikit. Subsidi BBM dihapus, subsidi listrik dihapus,
subsidi pupuk dihapus, subsidi kesehatan dan lain-lain banyak yang dikurangi
bahkan dihapus. Akibatnya rakyat semakin menjerit, menangis, sulit untuk
bertahan hidup. Sementara pajak yang ditanggung rakyat semakin naik, biaya
Pendidikan semakin mahal, biaya kesehatan semakin mahal, tagihan listrik
semakin naik tiap bulannya, bahkan semakin mencekik. Dengan naiknya semua tadi
akhirnya semakin menambah beban hidup masyarakat. Karena kebutuhan biaya hidup sehari-hari
semakin tak terjangkau. Kemiskinan semakin meningkat dan kriminalitas semakin
tak terkendali. Dan yang lebih tidak masuk akal adalah sikap pemerintah yang
abai. Semua kebijakannya tidak berpihak pada masyarakat kecil.
Dalam
kondisi yang demikian, masih saja ada kebijakan yang tidak popular yaitu dana
subsidi untuk rakyat kecil dihapus sementara dana subsidi untuk parpol
dinaikkan. Dimanakah perasaan penguasa ini. Apakah mereka tidak melihat kondisi
rakyat negeri ini ? lalu apa yang ada dibenak pikiran mereka ? sungguh ini
adalah kedzoliman yang luar biasa. Di mana letak perhatian pada rakyat?
Sungguh
ini adalah kenyataan pahit akibat demokrasi yang diterapkan di negeri ini.
Dalam demokrasi untuk meraih satu jabatan dibutuhkan dana yang cukup besar.
Agar dana itu bisa kembali, maka tidak ada jalan lain kecuali harus menciptakan
hal yang bisa mendapatkan uang. Rakyat diposisikan sebagai bawahan dan kosumen
yang harus melayani dan berkorban untuk kepentingan penguasa. Sementara para
pejabat layaknya raja yang harus di layani semua kebutuhannya.
Inilah
fakta. Demokrasi yang konon yang katanya dari rakyat oleh rakyat dan untuk
rakyat adalah omong kosong. Yang terjadi adalah dari rakyat oleh pejabat dan
untuk para capital/ pengusaha. Begitulah hidup dalam sistem demokrasi, semua
diukur dengan materi. Jadi semua birokrasi tak lepas dari sistem bagi-bagi.
Semua bisa dibagi, jabatan, proyek, dan semua birokrasi. Karena untuk meraih kursi dibutuhkan rupiah
yang begitu tinggi. akibatnya kehidupan terpuruk diberbagai segi. Masihkah kita
mengimpikan demokrasi? Tidakkah kita percaya bahwa islam itu sebagai solusi
?
Jika
kondisi ini terus dibiarkan, maka tunggulah masuk ke jurang kebinasaan. Edukasi
politik harus terus dilakukan kepada umat. Tujuannya umat sadar dan paham untuk
rindu diatur politik Islam. Serta mampu mewujudkan kehidupan bersama dalam
tatanan yang mulia dalam bingkai syariah Islam.