Oleh : Rahmat Abu Zaki
(Dir. Lingkar Opini Rakyat-LOR)
Baru
saja rasanya publik dihebohkan mega korupsi E-KTP yang melibatkan banyak
pejabat negara, belum hilang rasa muak kita terhadap perilaku mereka, tiba-tiba
bagaikan petir di siang hari, kembali banyak orang terkaget-kaget ketika
Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi (Kemendes PDTT) Sugito dicokok KPK. Salah satunya Mendes PDTT Eko
Putro Sandjojo, politikus PKB itu seolah masih tak percaya Sugito terjaring OTT
KPK karena diduga menyuap auditor BPK. Sebab, Sugito selama ini menjadi
mitranya dalam menjalankan program antikorupsi di Kemendes. Menurut Eko,
sebagai Irjen, Sugito punya banyak inovasi. Di antaranya, memelopori program
agen perubahan birokrasi. Ironi kian menyeruak karena Sugito adalah orang yang
membentuk sekaligus memimpin Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) di
internal Kemendes. (Jawa Pos, 28 Mei 2017).
Predikat
opini wajar tanpa pengecualian (WTP) yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) terbukti menjadi objek basah untuk mengeruk keuntungan pribadi. Lewat
operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (26/5), Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) berhasil membongkar praktik kotor oknum auditor itu. Ketua KPK Agus
Rahardjo menyatakan, sesuai pemeriksaan 1 x 24 jam, KPK menetapkan empat
tersangka dalam dugaan rasuah jual beli predikat WTP bagi Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Mereka adalah
Auditor Utama III BPK Rochmadi Saptogiri, Kepala Auditoriat III BPK Ali Sadli,
Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito, dan Kabag Itjen Kemendes PDTT Jarot
Budi Prabowo. “KPK mengamankan uang tunai Rp 40 juta dari OTT di kantor BPK,”
ujarnya dalam konferensi di gedung KPK kemarin (27/5). (Jawa Pos, 28 Mei 2017).
REALITAS BIROKRASI SAAT
INI
Sepintar-pintarnya
bangkai ditutupi, baunya tetap tercium juga, suatu ungkapan yang tepat untuk menggambarkan perilaku sebagian pejabat dan birokrat
Indonesia saat ini. Pejabat negara yang seharusnya menjadi teladan bagi
masyarakat, justru perilakunya jauh panggang dari api, alih-alih memberi contoh yang baik, justru yang terjadi
sebaliknya. Perilaku mereka sungguh tidak bisa dinalar oleh akal manusia, namun
sehebat-hebatnya mereka menyembunyikan bangkai, pasti baunya akan terendus
juga. Serapat-rapatnya mereka menutupi kejahatannya ,suatu saat pasti akan
terungkap juga.
Ya
benar, Korupsi di Indonesia sudah sedemikian parah dan menggurita. Seperti
“tumor ganas” yang menggerogoti tubuh manusia, jika dibiarkan maka tubuh yang
kuat itu akan menjadi lunglai tidak bertenaga dan akhirnya terjerembab bagaikan
manusia yang tidak bernyawa. Sebagaimana tubuh manusia, tubuh Indonesia ini
juga akan mengalami hal yang sama, jika kita diam tidak berbuat, maka Indonesia
juga akan mengalami nasib yang tragis. Indonesia “runtuh” bukan karena musuh,
tapi Indonesia “runtuh” karena pejabat dan birokrasinya berperilaku seperti
tumor ganas,
menghalalkan segala cara, kolusi, korupsi dan nepotisme merajalela.
Pemerintahan
yang baik dan bersih diukur dari performance birokrasinya. Pengalaman dan
kinerja birokrasi di berbagai negara telah melahirkan dua pandangan yang saling
bertentangan terhadap birokrasi.
Pandangan
pertama, melihat birokrasi sebagai kebutuhan, yang akan
mengefisienkan dan mengefektifkan pekerjaan pemerintahan.
Pandangan
kedua, melihat
birokrasi sebagai “musuh” bersama, yang kerjanya hanya mempersulit hidup
rakyat, sarangnya korupsi,tidak melayani, cenderung kaku dan formalities, penuh
dengan arogansi (yang bersembunyi di balik hokum) dan sebagainya.
Padahal
secara konseptual, birokrasi, sebagai sebuah organisasi pelaksana pemerintahan,
adalah sebuah badan yang netral. Faktor diluar birokrasilah yang akan
menentukan wajah birokrasi menjadi baik ataupun jahat, yaitu manusia yang
menjalankan birokrasi dan system yang dipakai, dimana birokrasi itu hidup dan
bekerja. Artinya, bila system (politik, pemerintahan, dan soaial budaya) yang
dipakai oleh suatu negara adalah baik dan para pejabat birokrasi juga
orang-orang yang baik, maka birokrasi menjadi sebuah badan yang baik, lagi
efektif. Sebaliknya, bila birokrasi itu hidup di dalam system yang jelek,
hukumnya lemah, serta ditunggangi oleh para pejabat yang tidak jujur, maka
birokrasi akan menjadi buruk dan menakutkan bagi rakyatnya.
Dewasa
ini, spectrum korupsi di Indonesia sudah merasuk di hampir semua sisi kehidupan
kenegaraan dan kemasyarakatan. Mulai dari pembuatan KTP, IMB, tender-tender
proyek BUMN, bahkan sampai tukang parkir-pun sudah terbiasa melakukan korupsi.
Korupsi yang demikian subur, kemudian dijadikan argumentasi, bahwa korupsi
adalah budaya kita. Oleh karena merupakan budaya, maka sulit untuk dirubah,
demikianlah kesimpulan sementara orang. Maka gerakan anti korupsi dipandang
usaha yang sia-sia. Urusan korupsi, hanya dapat kita serahkan pada “kebaikan
hati” rakyat saja. Sebuah kesimpulan yang dangkal dan tergesa-gesa.
SOLUSI ISLAM DALAM
MENGATASI KORUPSI
Pemerintahan
yang bersih dan baik, dengan kata lain, birokrasi yang bersih dan baik,
haruslah dibangun secara sistematis dan terus-menerus. Pola pikir yang
dikotomis, yang menghadapkan upaya membangun pribadi yang baik dengan upaya
membangun sistem yang baik, ibarat memilih telur atau ayam yang harus
didahulukan. Pola pikir yang demikian ini tidaklah tepat, karena memang tidak
bisa memisahkan antara kedua sisi ini. Individu yang baik tidak mungkin muncul
dari sebuah sistem yang buruk, demikian pula sistem yang baik, tidak akan
berarti banyak bila dijalankan oleh orang-orang yang korup. Yang harus
dilakukan adalah membina masyarakat secara terus-menerus agar menjadi individu
yang baik, yang menyadari bahwa pemerintahan yang baik hanya dapat dibangun
oleh orang yang baik dan sistem yang baik.
Masyarakat
juga terus-menerus disadarkan, bahwa hanya sistem terbaiklah, yang bisa memberi
harapan bagi mereka, menjamin keadilan, serta melayani dengan keikhlasan dan
melindungi rakyatnya. Rakyat juga harus disadarkan, bahwa para pemimpin
haruslah orang yang baik, jujur, amanah, cerdas, profesional, serta pembela
kebenaran dan keadilan. Masyarakat juga perlu didasarkan bahwa sistem yang baik
dan pemimpin yang baik tidak bisa dibiarkan menjalankan pemerintahan sendiri,
mereka harus terus dijaga, dinasihati, dan diingatkan dengan cara yang baik.
1.
Kesempurnaan Sistem.
Kesempurnaan
sistem Islam terlihat dari aturan yang jelas tentang penggajian, larangan
suap-menyuap, kewajiban menghitung dan melaporkan kekayaan, kewajiban pemimpin
untuk menjadi teladan, serta sistem hukum yang sempurna. Sistem penggajian yang
layak adalah keharusan. Para pejabat adalah pengemban amanah yang berkewajiban
melaksanakan amanah yang diberikan kepadanya.
2.
Kualitas Sumber Daya Manusia.
Sistem
Islam menanamkan iman kepada seluruh warga negara, terutama para pejabat
negara. Dengan iman, setiap pegawai merasa wajib untuk taat pada aturan Allah
Swt. Orang beriman sadar akan konsekuensi dari ketaatan atau pelanggaran yang
dilakukannya karena tidak ada satu pun perbuatan manusia yang tidak akan
dihisab. Segenap anggota atau bagian tubuh akan bersaksi atas segala perbuatan
yang telah dilakukan.
3.
Sistem Kontrol yang Kuat.
Kontrol
merupakan satu instrumen penting yang harus ada dalam membangun pemerintahan
yang bersih dan baik. Kontrol bukan saja dilakukan secara internal, oleh
pemimpin kepada bawahannya, melainkan juga oleh rakyat kepada aparat negaranya.
Kesadaran dan pemahaman akan pentingnya kontrol ini, haruslah dimiliki oleh
segenap pemimpin pemerintahan, para aparat di bawahnya, dan oleh segenap
rakyat. Semua orang harus menyadari bahwa keinginan untuk membangun
pemerintahan yang baik hanya dapat dicapai dengan bersama-sama melakukan fungsi
kontrolnya.
Membangun
pemerintahan yang bersih dan baik bukanlah pekerjaan yang mudah. Hal itu akan
menggerakkan segenap aspek kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan. Juga
membutuhkan dukungan dari segenap aparat pemerintahan, masyarakat, dan sistem
yang baik. Hanya dengan pemilihan akan sistem yang terbaiklah, maka upaya
membangun pemerintahan yang baik itu akan menemukan jalan yang jelas.
Sistem
Islam (syariat Islam) telah menunjukkan kemampuannya yang luar biasa.
Kemampuannya bertahan hidup dalam rentang waktu yang demikian panjang (lebih 12
abad), dengan berbagai macam penyimpangan dan pengkhianatan oleh para
penyelenggaranya, telah menegaskan kapabilitas sistem yang belum ada
tandingannya sampai saat ini, bahkan hingga akhir zaman. Dengan demikian,
jawaban atas kebutuhan akan hadirnya pemerintahan yang baik itu adalah dengan
menjadikan Islam sebagai ideologi, serta syariat Islam sebagai aturan kehidupan
pemerintahan dan kemasyarakatan. Dengan syariat Islam itulah, kita membangun
pemerintahan yang bersih dan baik, sekaligus mencetak aparat pemerintahan yang
andal.