Lutfi
Sarif Hidayat, SEI*
Hizbut
Tahrir Indonesia (HTI) adalah sebuah kelompok yang turut mewarnai perjalanan
Indonesia sebagai sebuah negara dengan corak warna khasnya. Bahkan dalam setiap
kegiatan yang dilakukan HTI memberikan warna tersendiri, dan juga menjadi
fenomena yang banyak menarik perhatian khalayak.
Di
tengah rapuhnya sendi-sendi kehidupan Indonesia, baik secara ekonomi, politik,
hukum, moralitas dan lainnya, HTI tetap tekun dengan “isu” Khilafah.
Dalam konteks politik kekinian, hal demikian merupakan sesuatu yang banyak menuai
reaksi.
Sebagian
dari mereka merasa sesuatu yang biasa-biasa saja. Sebab Indonesia sebagai
negara demokrasi tentu selalu mengakomadasi setiap gagasan. Terlebih jika
gagasan tersebut bermaksud untuk memperbaiki keadaan Indonesia yang sudah
carut-marut ini.
Sebagian
yang lain merasa bahwa ini tidak sejalan dengan simpul-simpul penting di negara
ini. Sehingga mereka melakukan reaksi yang berlebihan dan sesungguhnya tidaklah
substansif. Isu Khilafah dijadikan komoditas politik untuk memberikan stigma
bagi kelompok-kelompok tertentu sebagai kelompok radikal dan berbahaya.
Terhadap
keduanya, saya bukan termasuk di dalamnya. Saya mempunyai perspektif lain dalam
melihat persoalan ini. Mereka yang menganggap biasa saja berdasarkan demokrasi
adalah sudut pandang yang lemah bagi saya. Karena asas yang dijadikan pijakan
adalah kebebasan, dan saya tidak sepakat dengan itu.
Kemudian
mereka yang memiliki reaksi melampaui batas tanpa melihat substansinya saya
juga sangat tidak sepakat. Sebab bagi saya justeru Khilafah menyadarkan kembali
akan kemuliaan Islam dan menjadi harapan nyata bagi masyarakat.
Benar.
Khilafah adalah sebuah harapan bagi masyarakat di tengah-tengah pedihnya hidup
karena jeratan sekulerisme-kapitalisme-demokrasi. Secara normatif,
Khilafah memiliki landasan dan argumentasi yang sangat kuat dan tidak
terbantahkan. Sehingga tidak mungkin untuk ditolak oleh seorang muslim jika
benar-benar obyektif. Bahkan menjadi kewajiban baginya untuk turut bergabung
menyuarakannya agar terwujud,
Dalam
konteks ekonomi, politik, hukum dan segala perangkat yang dibutuhkan dalam
pengaturan masyarakat, Khilafah memberikan jawaban pasti. Terlebih Indonesia
sedang dalam masalah yang begitu kompleks. Maka, sudah menjadi barang tentu bagi
masyakarat baik muslim atau tidak muslim untuk menjadikan Khilafah sebagai
tatanan kehidupannya. Dan sejarah sudah membuktikan itu.
Hal
lain yang juga menarik untuk disimak, khususnya menurut saya adalah bagaimana
kegigihan dari HTI dalam menyuarakan Khilafah di tengah-tengah masyarakat.
Meski banyaknya tantangan atau bahkan hadangan yang merupakan makar-makar dari
musuh Islam, HTI tetap semangat. Saya meyakini apa yang di alami HTI dengan
adanya intimidasi dari oknum-oknum sesama muslim adalah permainan dari musuh
Islam yang tidak nampak di permukaan dan tidak dipedulikan oleh publik. Publik hanya
dipertontonkan sebuah adu domba sesama muslim.
Jika
diperhatikan dengan mendalam, setiap kegiatan yang dilakukan HTI dalam rangka
meyadarkan rakyat tentang kemuliaan dan keagungan Islam. Kesimpulan saya adalah
bahwa HTI dalam perjuangan tidak sendirian. HTI sejatinya berjuang dengan
menggandeng masyarakat. Rakyat ikut dalam setiap gerak langkah dari HTI.
Kesimpulan
saya ini bukanlah omong kosong belaka. Karena saya menyimak
perkembangan-perekembangan kegiatan HTI dari waktu ke waktu. Khususnya diawali
dari aksi pada tahun 2002 yang bertajuk Selamatkan Indonesia Dengan Syariah.
Aksi ini adalah aksi yang sangat monumental, sebab kehadiran peserta
mencapai 15.000 orang. Luar biasa.
Demikian
halnya dengan kegiatan lainnya, semisal Konferensi Khilafah Internasional (KKI)
tahun 2007 dengan peserta hingga 100.000 orang bertempat di Stadiun Gelora Bung
Karno (GBK). Kegiatan ini dihadiri tokoh-tokoh nasional seperti Prof. Din
Syamsuddin, KH. Arifin Ilhan, KH. Abdullah Gymnastiar dan sebagainya. Stadiun
GBK adalah saksi bagaimana lautan manusia berkumpul menjadi satu dalam rangka
menyuarakan Islam. Maka perhatian dunia langsung tertuju pada KKI ini. Luar
biasa.
Selain
itu, masih ada acara seperti Muktamar Ulama Nasional (MUN), Muktamar Mubalighah
Indonesia (MMI), Konggres Mahasiswa Muslim Indonesia (KMMI), Konferensi Rajab,
Muktamar Tokoh Umat (MTU), Muktamar Khilafah (MK), Konferensi Islam dan
Peradaban (KIP), Rapat dan Pawai Akbar (RPA), Masirah Panji Rasulullah
(MAPARA), Indonesia Khilafah Forum (IKF), Halaqah Islam dan Peradaban (HIP),
seminar-seminar, diskusi-diskusi dan lain sebagainya. Semua memberikan
kesimpulan bagi saya, bahwa HTI berjuang tidak sendirian, namun HTI berjuang
bersama umat.
*Penulis
adalah Pemerhati Ekonomi Politik dan Peneliti di
Civilization Analysis Forum (CAF) Jagongan Politik