Judul Asli
“BUMI TIMUR
TENGAH, KEMBALI MEMBARA”
(Tulisan 1)
Oleh : Rahmat
Abu Zaki
(Dir. Lingkar Opini Rakyat-LOR)
Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab dan Bahrain
memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar, Senin ini. Mereka menuduh Qatar
mendukung terorisme. Ketiga negara Arab Teluk dan Mesir sudah lama gusar atas
dukungan Qatar kepada para islamis, khususnya Ikhwanul Muslimin yang dianggap
keempat negara sebagai musuh politik yang berbahaya. Langkah mereka telah
membuka bagian terburuk dari perpecahan beberapa tahun belakangan ini di antara
negara-negara paling kuat di dunia Arab yang banyak di antaranya merupakan
anggota OPEC. Yaman dan pemerintah Libya akan mengikuti jejak keempat negara
Arab dalam memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar. Saudi, UEA dan Bahrain
memberi batas waktu dua minggu kepada warga negara Qatar untuk meninggalkan
ketiga negara Arab itu. Bukan hanya itu,
Qatar juga dikeluarkan dari koalisi pimpinan Saudi dalam perang di Yaman. [1]
Saudi menuding Qatar membekingi kelompok-kelompok
militan yang sebagian lainnya didukung Iran. Qatar juga dituduh menyiarkan
ideologi mereka ke dunia Arab lewat stasiun televisi al-Jazeera. "Qatar merangkul kelompok-kelompok
teroris dan sektarian yang punya tujuan mengganggu stabilitas kawasan, termasuk
Ikhwanul Muslimin, ISIS dan Alqaeda, serta mempromosikan pesan dan skema-skema
kelompok-kelompok ini lewat media mereka secara terus menerus," kata
kantor berita Saudi SPA. Saudi menuduh Qatar menyokong para militan dukungan
Iran di Provinsi Qatif dan Bahrain yang kebanyakan penduduknya Syiah. Qatar
tentu saja membantah tuduhan telah mencampur urusan rumah tangga negara lain. "Kampanye hasutan ini didasarkan kepada
kebohongan yang sudah mencapai tingkat fabrikasi sempurna," kata
kementerian luar negeri Qatar dalam sebuah pernyataan tertulis seperti dikutip
Reuters.
Langkah Arab Saudi dan enam negara lain dalam
mengisolasi Qatar mulai berdampak bagi kawasan. Banyak negara mendorong agar
secepatnya krisis Qatar itu bisa diselesaikan. Sebab, krisis Qatar yang
berlarut-larut akan membawa dampak buruk, terutama bagi stabilitas politik
keamanan Timur Tengah. Kebijakan Arab Saudi dalam memutuskan hubungan
diplomatik dengan Qatar ini cukup mengejutkan. Karena sebelumnya dua negara
bertetangga ini sangat dekat dan saling mendukung dalam berbagai kegiatan
politik di Timur Tengah. Apalagi langkah Arab Saudi ini kemudian diikuti oleh
Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Mesir, Yaman, Pemerintah Libya di bagian timur,
dan Maladewa. Kondisi Qatar saat ini masih belum terlalu terpengaruh. Meskipun
memang stok kebutuhan pangan mulai menipis karena pasokan dari UEA dan Arab
Saudi tak bisa masuk. Jika kondisi ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin
Qatar akan mengalami krisis ekonomi. Karena blokade ini berpotensi menimbulkan
kekacauan bisnis perdagangan, jasa, investasi, dan keuangan.[2]
Pemerintah Indonesia dengan politik bebas aktifnya tak
boleh memihak ke salah satu pihak. Indonesia malah bisa memainkan perannya
untuk ikut ambil bagian bagi penyelesaian konflik tersebut. Karena Indonesia
memiliki hubungan yang baik dengan kedua kubu yang sedang bertikai. Sebagai
negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia, suara Indonesia seharusnya
cukup didengar.Selain itu, pemerintah harus menyiapkan berbagai langkah
antisipasi dalam merespons berbagai dampak yang mungkin muncul akibat
memanasnya situasi di Timur Tengah tersebut. Ada sekitar 29.000 WNI bekerja di
Qatar yang memerlukan perlindungan dan pendampingan jika sesuatu yang tidak diinginkan
terjadi. Indonesia juga harus terus berhubungan baik dengan kedua pihak untuk
menjaga kepentingan nasional negara kita. Kita tentu tidak ingin krisis ini
juga memengaruhi iklim perdagangan, pariwisata, dan investasi di Indonesia.
AKAR MASALAH TIMUR
TENGAH
Masalah Timur Tengah merupakan masalah yang terkait dengan
Islam dan bahayanya
bagi Barat. Terkait dengan letaknya yang
strategis dan dominasinya
terhadap transportasi Eropa,Afrika,
dan Asia. Terkait dengan negara Yahudi yang menjadi garis pertahanan terdepan dari pertahanan Barat. Dan terkait pula dengan penjajahan serta
hasil-hasil penjajahan, terutama minyak.Jadi, masalah Timur Tengah adalah
masalah yang terkait dengan Islam, letak strategis, negara Yahudi, penjajahan,
dan minyak.
Tidak diragukan lagi masalah ini adalah sangat penting,
tidak hanya untuk penduduk kawasan Timur Tengah dan kaum Muslim saja, melainkan
juga untuk seluruh dunia. Adapun
Islam, ia telah dan
senantiasa menjadi bahaya besar atas AS dan Barat. Kawasan Timur Tengah
dapat dianggap tempat titik tolak yang alamiah untuk dakwah Islam ke seluruh dunia.
Karena itu, tidak aneh AS menjadikan Islam sebagai musuh utama satu-satunya
bagi AS setelah runtuhnya sosialisme.
AS menggunakan slogan-slogan terorisme, ekstremitas agama,
dan fundamentalisme agama sebagai kedok untuk menyerang Islam dan kaum Muslim
di kawasan ini. AS berusaha dengan segala kekuatan yang dimilikinya untuk
menjauhkan gerakan-gerakan Islam politis dari
kekuasaan. Hal itu dilakukan
melalui cara kekerasan, kebrutalan, penyiksaan,
dan pembendungan yang dijalankan oleh rezim-rezim pemerintahan yang menjadi
pengikut AS di kawasan ini.
AS pada masa pemerintahan George W. Bush, telah
mendeklarasikan Perang Salib Baru untuk
menentang kaum Muslim secara
terang-terangan. John Aschroft, Jaksa Agung AS, mengatakan dengan terus
terang, “Sesungguhnya terorisme terdapat
dalam Islam itu sendiri, bukan hanya pada orang-orang yang memeluk Islam.” Ia
mengatakan pula bahwa Allah telah
mendorong terorisme dalam al-Quran. Ini
klaim dia.
Adapun letak strategis Timur Tengah dan dominasinya terhadap transportasi, urgensinya dapat dilihat
dari eksistensi Timur Tengah di kawasan
titik temu tiga benua lama, yaitu Afrika, Eropa, dan Asia, serta penguasaannya
terhadap selat Gibraltar, Bosforus,
Aden, Hurmuz, Terusan
Suez, Laut Tengah (Mediterania), Laut Hitam,
Laut Merah, dan Teluk Persia. Ditambah
lagi Timur Tengah merupakan titik temu jalur bahan mentah dan komoditas di
antara tiga benua tersebut.
Kepentingan strategis Timur Tengah dahulu telah
menimbulkan satu kesulitan antara blok
Barat dan Soviet sebelum
era detente. Hal itu dikarenakan Timur Tengah membentuk sabuk
barat dalam wilayah blok yang
terletak di kawasan yang
mengancam Uni Soviet. Sabuk ini merupakan
garis pertahanan Barat dalam menghadapi Uni Soviet dari Timur Tengah dan
Afrika. Karena itu, di Timur Tengah, Barat membangun pangkalan-pangkalan militer
yang di antaranya adalah pangkalan nuklir. Beberapa kali Barat berupaya mengikat
dalam pakta-pakta militer. Barat di Timur Tengah membangun banyak bandara dan
jalan-jalan besar yang dinamakan otostradat. Dengan demikian Timur Tengah
memiliki urgensi yang strategis.
Adapun setelah adanya kesepakatan dua negara adidaya tahun 1961,
urgensi militer Timur Tengah tidak
ada lagi. Karenanya Barat mengabaikan urusan
pakta militer dan menghilangkan
pangkalan-pangkalan nuklirnya. Dua
negara adidaya itu juga melangkah untuk menghapuskan pengkalan-pangkalan
Inggris. Keduanya berhasil menghapuskan pangkalan Aden, Libia, dan Swis Timur.
Keduanya berupaya pula untuk menghapuskan
pangkalan-pangkalannya di Siprus.
Dengan demikian, Timur Tengah tidak lagi memiliki urgensi strategis pada saat
itu.
Akan tetapi setelah selesainya Perang Dingin dan
hancurnya Uni Soviet, Timur Tengah kembali mempunyai urgensi strategis, terutama
bagi AS dalam rangka menghadapi Rusia dan Eropa. Karenanya, AS kembali membangun pangkalan-pangkalan militernya di
Teluk, menduduki Afghanistan
dan Irak, dan mengumumkan bahwa Pakistan dan Kuwait –di
samping Bahrain–sebagai sekutu-sekutu strategis AS. Kemudian, belakangan ini AS
menganggap Timur Tengah sebagai garis depan bagi pertahanan AS. AS menyiapkan
sebuah rancangan untuk Timur Tengah yang dinamakan Rancangan Timur Tengah Raya
yang kemudian direvisi menjadi Rancangan Timur Tengah dan Afrika Utara.
AS mengajukan
rancangan itu pada KTT G-8 pada bulan Juni 2004 di kawasan Sea Island. Bagaimanapun
juga keadaannya, dapat dikatakan bahwa letak strategis Timur Tengah yang
memanjang dari Maroko hingga Samudra Atlantik di sebelah barat, hingga Iran dan
Irak di Teluk sebelah timur; dari Turki di sebelah utara hingga Padang Sahara Afrika
di sebelah selatan –yakni Timur Tengah meliputi seluruh negara Arab ditambah
Turki dan Iran— telah menjadikan Timur Tengah sebagai kiblat para penjajah dan
sasaran utama orang-orang yang serakah. Hal itu karena Timur Tengah mempunyai urgensi
yang luar biasa dalam hal transportasi dan komunikasi,bukan hanya di masa
sekarang, melainkan sejak Perang Salib sampai sekarang. Wallâh a’lam bi
ash-shawâb