Bayangkan
ada 2 orang Islam yang berdoa seperti ini,
Orang
pertama berdoa untuk tegaknya Syariat Islam di dunia, kemudian
Orang
kedua berdoa untuk tegaknya Demokrasi di dunia.
Pertanyaan
yang semestinya muncul di benak kita setidaknya, antara lain:
1.
Apakah yang di doakan oleh orang kedua tersebut merupakan doa yang pantas untuk
di doakan? Terlepas dari syarat dan rukun doanya.
2.
Misalkan itu pantas, lantas menurut nalar Islami, doa siapakah yang layak
diijabah doanya oleh Allah SWT dari kedua orang tersebut? Sejauh kita memahami bahwa Syariat Islam dan Demokrasi tidak mampu bersintesis.
Dari
sini setidaknya kita dapat menilai pula -dengan nalar Islami- manakah diantara
umat Islam yang saat ini memperjuangkan tegaknya Syariat Islam di dunia, dengan
umat Islam yang memperjuangkan tegaknya Demokrasi di dunia.
Jawabannya
tentu saja tergantung pada penilaian kita pribadi, yang sangat terpengaruh oleh
informasi-informasi yang kita dapatkan mengenai Syariat Islam dan Demokrasi
dalam tinjauan benar-salahnya, baik-buruknya.
Bila pun
jawabannya beragam, sehingga terjadi perbedaan, maka nasihat dari al-Quran
-Kitab Suci yang kita imani kebenarannya- adalah dikembalikan pada Allah SWT
dan RasulNya.
Tentu
saja, kita bertanggung jawab terhadap jawaban kita kelak. Bila waktunya tiba,
saat kaki seorang hamba tidak akan bergeser kecuali, Allah SWT telah mempertanyakan
–salah satunya- tentang umurnya kemana ia habiskan.
Saya
yakin, anda yang punya nalar Islami akan memiliki jawaban yang Islami pula.
Anda akan berdoa untuk kebaikan Islam pula. Kemudian, anda pun akan memberikan
kontribusi bagi tegaknya Islam pula di dunia, meski itu ‘hanya’ sebuah doa atau
‘hanya’ sebuah OMDO.
Jadi, mana yang kita pilih dari dua tipe orang Islam diatas? Saya yakin, jawaban kita sama. In Syaa Allah.
A. Mubarok.