Antara Harapan dan Kenyataan dalam Pernikahan


Sahabat Muslimah, sebelum menikah biasanya banyak orang memiliki ekspektasi atau harapan mengenai pernikahan yang akan dijalaninya. Sayangnya, realita yang terjadi sering kali berbeda dengan harapan.

Berikut ini beberapa harapan yang sering dikhayalkan tentang pernikahan, dan juga kenyataan yang banyak terjadi di lapangan, semoga bisa membuat Sahabat Ummi yang belum menikah lebih mempersiapkan diri:

1. Ekspektasi: Bagi perempuan, biasanya berpikir bisa punya banyak waktu berduaan dan bermanja-manja dengan suami tercinta.

Fakta: Kebanyakan perempuan terkejut setelah menikah karena justru merasa kesepian di rumah. Suami bekerja 8 jam sehari, belum ditambah lembur atau jam macet. Sampai rumah sudah terlalu capek untuk diajak mengobrol atau jalan-jalan.

Solusi: Para perempuan perlu merencanakan kegiatan yang bisa dilakukan di rumah sejak sebelum menikah. Khususnya jika setelah menikah ia tak lagi diperbolehkan bekerja di luar.

2. Ekspektasi: Para lelaki sering membayangkan mendapat hidangan lezat untuk sarapan, makan siang dan makan malam sepulang kerja.

Fakta: Banyak suami yang terkejut karena istrinya benar-benar tidak bisa masak, atau masak alakadarnya karena harga sembako selalu meningkat, sehingga uang bulanan tidak bisa mencukupi untuk masak daging ayam sekalipun.

Solusi: Sejak sebelum menikah, pastikan calon istri Anda bisa masak atau tidak, ini perlu dilakukan jika bagi Anda keahlian memasak sangat penting dimiliki istri. Jangan mengatakan 'menerima apa adanya', tapi begitu sudah menikah senantiasa meledek istri, menuntut istri ini-itu.

3. Ekspektasi: Pasti menyenangkan setiap hari mengobrol dan berbagi cerita dengan pasangan.

Fakta: Banyak yang syok ketika di bulan pertama pernikahan ternyata perut istri sudah terisi janin. Perubahan hormonal, mood, fisik yang melemah, membuat hubungan pasutri bisa 'memburuk', dalam artian... jika suami tidak sabar menghadapi perubahan hormonal istri yang bisa jadi membuatnya mudah sedih, terlihat lesu, bisa tercipta hubungan yang 'kering' di antara pasutri. Apalagi kalau suami tak mau tahu kondisi psikologis istri.

Solusi: Sebelum menikah hendaknya sudah mempersiapkan diri jika hamil cepat, tidak masalah kalau ternyata hamil beberapa bulan setelah menikah, atau tertunda lebih lama, karena 'guncangan' yang paling terasa jika habis bulan madu istri langsung hamil, perasaan mual, lemas, dan tidak karu-karuan akan membuat seorang istri sering menangis atau bahkan bisa jadi merasa menyesal. Suami harus paham kondisi ini dan terus menguatkan istri untuk menikmati rasa sakitnya perjuangan mengandung si jabang bayi.

4. Ekspektasi: Seorang perempuan biasa membayangkan romantisme, di antar suami ke mana-mana, suami selalu ada di sisinya, mendengarkan keluh kesahnya.

Fakta: Tidak semua suami bersedia antar jemput kegiatan istrinya, tidak semua suami juga bisa bersabar mendengar keluh kesah istri. Malah bisa jadi istri mendapat komentar, "Kamu tuh tukang ngeluh!"

Untuk itu, istri perlu mengurangi bayangan romantisme seperti di film-film Drama Korea atau Bollywood tersebut. Lebih realistis, memahami perbedaan laki-laki dan perempuan, jangan selalu ingin menang, harus bisa bersikap tarik ulur dengan suami, agar suami tidak lelah dengan keegoisan istrinya yang selalu ingin diperhatikan.

Sahabat Muslimah, tulisan ini dibuat bukan untuk menakut-nakuti, tapi justru ingin membuat siapa pun melihat pernikahan lebih realistis dan tidak sekadar mengharapkan keindahan -keindahannya semata. Bersyukurlah jika mendapat pasangan yang baik, dan bersabarlah jika mendapat pasangan yang tidak sesuai ekspektasi. Bukankah pasangan kita adalah pilihan sadar kita sendiri?

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama