Narkoba, Jeratan Mematikan Kapitalisme


Oleh : Rahmat Abu zaki (Syabab Hizbut Tahrir Indonesia)

Satu lagi artis terjerat narkoba. Dia adalah Ridho Rhoma. Putra sang Raja Dangdut Rhoma Irama itu ditangkap petugas Satuan Narkoba Polresta Jakarta Barat kemarin dini hari. Ridho ditangkap karena memiliki narkoba jenis sabu-sabu. Dia menjadi target operasi sejak sebulan yang lalu dan akhirnya berhasil ditangkap di sebuah hotel di Jakarta Barat.

Barang bukti yang diamankan polisi adalah paket sabu-sabu seberat 0,7 gram, alat isap, bong, tutup botol, dan handphone. (Jawa Pos, Minggu 26 Maret 2017)

Selebriti dan narkoba. Dua kata itu seolah tidak bisa dipisahkan. Dunia gemerlap selebriti terasa sangat rentan terhadap penyalahgunaan narkoba. Sejauh ini memang belum ada penelitian yang menguatkan anggapan bahwa dunia selebriti berkorelasi dengan narkoba. Namun, realitasnya, dalam beberapa tahun ini banyak artis yang terjerat narkoba. Bahkan, intensitasnya belakangan kian meningkat.

Melihat kasus yang berulang, jajaran Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Badan Narkotika Nasional (BNN) tampaknya harus makin giat memerangi penyalahgunaan narkoba di kalangan artis. Itu dilakukan untuk mengimbangi langkah para pengedar yang tetap menjadikan artis sebagai sasaran empuk peredaran barang haram tersebut.

Yang terpenting, penegakan hukum kasus narkoba harus semakin tegas. Aparat tidak boleh bermain mata dengan penyelundup narkoba. Bahkan, program penegakan hukum dengan mengeksekusi bandar harus makin digiatkan untuk mengurangi angka penyelundupan narkoba ke tanah air. Terakhir, sejumlah terobosan pimpinan BNN dalam program pemidanaan narkoba, termasuk menempatkan pengguna dan pengedar di lapas khusus narkoba, harus segera direalisasi. (Jawa Pos, Senin 27 Maret 2017).

KAPITALISME BIANGNYA

Pesatnya kejahatan narkoba sebenarnya buah dari sistem sekulerisme-kapitalisme yang dengan standar manfaatnya melahirkan gaya hidup hedonisme, gaya hidup yang memuja kenikmatan jasmani. Doktrin liberalismenya mengajarkan, setiap orang harus diberi kebebasan mendapatkan kenikmatan setinggi-tingginya. Maka contoh akibatnya, tempat-tempat hiburan malam yang sering erat dengan peredaran narkoba makin marak dan tidak bisa dilarang. Dan dengan dibingkai oleh akidah sekulerisme yang meminggirkan agama, maka sempurnalah kerusakan itu. Tatanan kemuliaan hidup masyarakat pun makin terancam. Maka jelaslah bahwa akar masalah narkoba itu adalah pandangan hidup sekulerisme kapitalisme.

SOLUSI ISLAM

Memberantas narkoba harus dilakukan dengan membongkar landasan hidup masyarakat yang rusak dan menggantikannya dengan yang benar; yang sesuai fitrah manusia, memuaskan akal dan menentramkan hati, yaitu akidah Islam.

Dari sisi akidah, islam mengajarkan bahwa setiap perbuatan baik akan mendapat ganjaran di akhirat. Dan sebaliknya setiap perbuatan dosa, termasuk penyalahgunaan narkoba, akan dijatuhi siksa yang pedih di akhirat, meskipun pelakunya bisa meloloskan diri dari sanksi di dunia.

Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya Allah harus memenuhi janji bagi siapa saja yang meminum minuman yang memabukkan untuk memberinya minum thînatal khabâl”. Mereka bertanya, “ya Rasulullah apakah thînatal khabâl itu?”, Rasulullah saw bersabda: “keringat penduduk neraka atau ampas (sisa perasan) penduduk neraka” (HR Muslim no 2003, dari Ibnu Umar)

Lalu Islam mewajibkan negara untuk senantiasa memupuk keimanan rakyatnya. Maka jika sistem islam diterapkan hanya orang yang pengaruh imannya lemah atau terpedaya oleh setan yang akan melakukan dosa atau kriminal.

Jika pun demikian, maka peluang untuk itu dipersempit atau bahkan ditutup oleh syariah islam melalui penerapan sistem pidana dan sanksi dimana sanksi hukum bisa membuat jera dan mencegah dilakukannya kejahatan.Hal tu sebab, narkoba jelas hukumnya haram. Ummu Salamah menuturkan:Rasulullah saw melarang setiap zat yang memabukkan dan menenangkan (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Mufattir adalah setiap zat relaksan atau zat penenang, yaitu yang kita kenal sebagai obat psikotropika. Al-‘Iraqi dan Ibn Taymiyah menukilkan adanya kesepakatan (ijmak) akan keharaman candu/ganja (lihat, Subulus Salam, iv/39, Dar Ihya’ Turats al-‘Arabi. 1379). Mengkonsumsi narkoba apalagi memproduksi dan mengedarkannya merupakan dosa dan perbuatan kriminal. Disamping diobati/direhabilitasi, pelakunya juga harus dikenai sanksi, yaitu . Yaitu sanksi ta’zir, dimana hukumannya dari sisi jenis dan kadarnya diserahkan kepada ijtihad qadhi. Sanksinya bisa dalam bentuk ekspos, penjara, denda, jilid bahkan sampai hukuman mati dengan melihat tingkat kejahatan dan bahayanya bagi masyarakat.

Pelaksanaan hukuman itu harus dilakukan secepatnya, tanpa jeda waktu lama dari waktu terjadinya kejahatan dan pelaksanaannya diketahui atau bahkan disaksikan oleh masyarakat seperti dalam had zina (lihat QS an-Nur[24]: 2). Sehingga masyarakat paham bahwa itu adalah sanksi atas kejatahan itu dan merasa ngeri. Dengan begitu seiap orang akan berpikir ribuan kali untuk melakukan kejahatan yang serupa. Maka dengan itu kejahatan penyalahgunaan narkoba akan bisa diselesaikan tuntas melalui penerapan syariah Islam.

Wahai Kaum Muslim

Tampak jelas sekali bahwa sistem sekulerisme kapitalisme saat ini gagal total memberantas narkoba. Akibatnya masyarakat terus menerus terancam.

Juga tampak jelas sekali bahwa tidak ada jalan lain memberantas narkoba kecuali dengan menegakkan syariat Islam dalam bingkai Khilafah Rasyidah. Maka apa lagi yang ditunggu, wahai kaum muslim? Wallâh a’lam bi ash-shawâb.

Catatan Kaki :
1. Jawa Pos, Minggu 26 Maret 2017
2. Jawa Pos, Senin 27 Maret 2017

3. http://hizbut-tahrir.or.id/2011/03/16/kejahatan-narkoba-kejahatan-kapitalisme/

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama