Ahok dan Omong Kosong Demokrasi

Melihat lamban dan alotnya proses penanganan terhadap Ahok, wajar bila sejumlah kalangan menilai ada skenario untuk menyelamatkan sang gubernur petahana. Lebih dari itu, berbagai tindakan yang diambil Pemerintahan Jokowi dan Kepolisian menyiratkan kesan Ahok di atas segalanya; termasuk di atas negara dan kepentingan rakyat banyak, juga di atas kehormatan umat Islam dan kemuliaan ajaran Islam.

Pembelaan terhadap Ahok bukan tak mungkin karena dia didukung oleh para kapitalis. Bukan rahasia lagi bila Ahok ditopang oleh banyak konglomerat. Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno pernah mengungkapkan bahwa kandidat calon petahana Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dibiayai sejumlah pengusaha kaya untuk mendukung dia di Pilgub DKI 2017 mendatang. “Saya dengar ada lima konglomerat di belakang Ahok. Ya, sponsornya kuat,” kata Hendrawan. Hal ini tidak dibantah oleh kubu Ahok dengan alasan sudah ada undang-undang yang mengatur dana sumbangan kampanye.
Keberpihakan Ahok kepada orang kaya dan ketidakpeduliannya terhadap rakyat miskin juga terlihat jelas. Kawasan warga miskin seperti Kampung Rawajati, Kampung Luar Batang, Pasar Ikan, dll digusur. Sebaliknya, banyak bangunan mewah milik pengusaha besar di jalur hijau didiamkan. Ahok juga mengizinkan mobil-mobil pribadi masuk ke jalur busway dan melarang kendaraan roda dua masuk ke sejumlah jalur perkantoran di Jakarta. Ahok menggusur kawasan lokalisasi ecek-ecek Kalijodo, tetapi mendiamkan kawasan prostitusi kelas atas di daerah Glodok dan sekitarnya.

Bila sudah begini, slogan demokrasi adalah “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” adalah omong-kosong. Faktanya, rakyat hanya dirangkul pada setiap musim Pemilu, tetapi mereka kemudian dinistakan saat kekuasaan sudah dalam genggaman. Penguasa terpilih malah lebih banyak berpihak kepada kaum kapitalis yang telah mendanai mereka selama Pemilu.

Fakta bahwa penguasa produk demokrasi sering lebih memuliakan para konglomerat dan menistakan rakyat sesungguhnya tidak aneh. Situs berita al-jazeera.com pada bulan Februari 2015 menurunkan tulisan berupa hasil dua buah studi politik yang menunjukkan bahwa demokrasi sebenarnya dimiliki dan dikendalikan orang kaya. Para senator di AS rata-rata lebih berpihak dan memperhatikan kepentingan para donor dibandingkan pemilih yang lain (http://america.aljazeera.com/opinions/2015/2/new-evidence-suggests-that-the-rich-own-our-democracy.html). Di Indonesia juga sama saja. Pada tahun 2008, Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) menegaskan parpol hanya dimiliki oleh pihak tertentu yaitu aristokrat, saudagar dan jawara.

Karena itu meski mayoritas rakyat (umat Islam) menuntut keadilan dalam kasus pelecehan ayat al-Quran, sangat mungkin tuntutan mereka akan diabaikan. Penguasa yang disokong oleh para konglomerat tentu akan mati-matian menyelamatkan Ahok yang mereka dukung meski harus mengorbankan kepentingan rakyat banyak. Inilah wajah demokrasi yang sebenarnya: menistakan rakyat!

Campakkan Demokrasi, Tegakkan Khilafah
Semoga umat makin sadar bahwa demokrasi bukanlah sistem kehidupan yang sahih. Demokrasi penuh dengan tipudaya, menyengsarakan umat, serta menistakan agama. Dalam demokrasi, orang kafir dan zalim sekaligus penista Islam semacam Ahok justru bisa dicalonkan sebagai kepala daerah dan dielu-elukan oleh media massa hanya karena didukung oleh para konglomerat.

Semoga umat Islam pun makin sadar bahwa sistem demokrasi tidak akan pernah memberikan keadilan sesuai tuntunan al-Quran dan as-Sunnah. Hanya dalam sistem Islam, keadilan yang hakiki dapat diwujudkan. Hanya dengan syariah Islam kehormatan Islam dapat dibela dan penista Islam dapat dihukum seadil-adilnya. Allah SWT berfirman:

﴿أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ﴾

Apakah sistem hukum Jahiliah yang mereka kehendaki. (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50).

Wahai kaum Muslim!
Masalah penistaan Islam—yang sesungguhnya terus berulang—hanya bisa dituntaskan sepenuhnya dengan menegakkan syariah Islam dalam kepemimpinan Khilafah. Penghulu umat ini, Rasulullah saw., telah menegaskan bahwa hanya Imam/Khalifah yang dapat melindungi Islam dan umatnya, bukan yang lain.
‏«إِنَّمَا الْإِمَامُ ‏‏جُنَّةٌ ‏ ‏يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ»
Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu adalah perisai. Umat diperangi di belakang Khalifah dan akan dijaga oleh Khalifah (HR Muslim).

Khalifah akan melindungi Islam dan umatnya dengan menerapkan syariah Islam yang datang dari Allah SWT, bukan hukum hasil kompromi penguasa dan wakil rakyat dengan kaum kapitalis. Hukum produk demokrasi terbukti hanya memperpanjang penderitaan umat dan penistaan agama akan terjadi lagi berulang-ulang.

Karena itu sudah saatnya energi umat dikerahkan untuk mewujudkan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Umat harus bersatu menuntut penerapan syariah Islam secara kâffah dalam seluruh aspek kehidupan dalam institusi Khilafah. Inilah wujud kecintaan dan penghormatan umat ini terhadap al-Quran dan as-Sunnah. Mengabaikan penegakan syariah Islam hakikatnya justru melecehkan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya.

﴿وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا﴾

Tidaklah patut bagi laki-laki dan perempuan Mukmin, jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu perintah (ketetapan), akan ada pilihan lain tentang urusan mereka. Siapa saja yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata (QS al-Ahzab: 36). []

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama