Akibat Syariah Tak Diterapkan, Perempuan Pun Jadi Korban
[Al-Islam edisi 806, 6 Sya’ban 1437 H – 13 Mei 2016 M]
Indonesia makin tidak aman dan tidak ramah untuk perempuan. Mereka
terus diintai kejahatan seksual. Baru-baru ini publik dikejutkan oleh
tragedi kekerasan seksual disertai pembunuhan seorang remaja putri di
daerah Rojong Lebong, Bengkulu. Korban bernama Yuyun diperkosa oleh 14
pemuda yang sedang pesta miras. Yuyun lalu dibunuh dan jasadnya secara
keji dibuang ke jurang.
Menyusul kasus Yuyun, kekerasan seksual juga terjadi di Manado,
Lampung dan Garut. Di Manado, seorang perempuan dilaporkan mengalami
pemerkosaan massal oleh 19 orang. Korban mengalami trauma berat. Di
Lampung, seorang bocah perempuan ditemukan tewas di sebuah gubug
pematang sawah. Ia diduga menjadi korban pemerkosaan sebelum dibunuh.
Pelaku yang diduga dua orang lelaki sampai kini belum ditemukan. Di
Garut seorang siswi SMA kelas X diperkosa oleh empat orang pemuda
kawannya.
Banyak pihak menyebut, negeri ini ada dalam kondisi darurat kekerasan
seksual. Menurut catatan Komnas Perempuan, jumlah kasus perkosaan
mengalami peningkatan. Data terakhir menunjukkan, kekerasan seksual naik
ke peringkat kedua terbanyak dari seluruh kekerasan yang menimpa
perempuan.
Menurut Catatan Akhir Tahun 2015 Komnas Perempuan, bentuk kekerasan
seksual tertinggi pada ranah personal adalah perkosaan sebanyak 72% atau
2.399 kasus, pencabulan 18% atau 601 kasus dan pelecehan seksual 5 %
atau 166 kasus.
Selama 12 tahun (2001-2012) pencatatan kasus oleh Komnas
Perempuan, ditemukan setidaknya 35 perempuan di Indonesia menjadi korban
kekerasan seksual setiap harinya. Menurut catatan Komnas
Perempuan, dalam 15 tahun terakhir setiap dua jam sekali satu orang
perempuan mengalami kasus perkosaan.
Kini kejahatan seksual banyak dilakukan oleh pelaku dalam jumlah banyak atau yang dikenal dengan istilah “gang rape”.
Mirisnya lagi, makin banyak pelakunya berusia muda bahkan remaja dan
berstatus pelajar seperti yang terjadi di Rejang Lebong, Bengkulu. Yang
jadi korban juga banyak remaja putri bahkan masih anak-anak.
Ragam Penyebab
Banyak faktor yang membuat angka kejahatan seksual meningkat di Tanah
Air. Di antara pemicunya adalah membludaknya konten pornografi. Meski
Pemerintah telah memberlakukan UU ITE, termasuk memblokir konten
pornografi, keefektifan dan keseriusannya masih dipertanyakan. Hingga
2016 Indonesia masih dibanjiri konten pornografi, khususnya lewat dunia
maya. Medsos menjadi sarana penyebaran pornografi yang sulit dibendung.
Pornografi diakui telah banyak memicu tindakan kejahatan seksual,
termasuk perkosaan, seperti kasus di Rejang Lebong, Bengkulu.
Mensos Khofifah Indar Parawansa pada tahun lalu mengatakan, Indonesia
sudah masuk kategori darurat pornografi. Nilai belanja pornografi di
Indonesia telah tembus angka Rp 50 triliun!
Minuman keras dan narkoba juga menjadi faktor penyebab kejahatan
seksual. Dalam banyak kasus, pelaku kejahatan seksual berada dalam
pengaruh minuman keras. Banyak korban yang mengalami kejahatan seksual
juga setelah dicekoki minuman keras atau narkoba. Kasus di Bengkulu,
Manado dan Garut adalah contohnya.
Karena itu banyak kalangan meminta Pemerintah memberantas peredaran
miras. KPAI menyebut miras adalah mata rantai kejahatan khususnya di
tingkat remaja. Menteri Sosial menyebut bahwa selain pornografi, minuman
keras juga menjadi pemicu kejahatan seksual. Ia pun meminta agar
Pemerintah mengontrol ketat peredaran minuman keras. Apalagi konsumi
miras di Tanah Air terus meningkat apalagi di kalangan usia muda.
Menurut catatan Gerakan Nasional Anti Minuman Keras (GeNAM) jumlah
remaja yang gemar mengkonsumi miras pada tahun 2014 naik menjadi 23%,
atau sekitar 14 juta anak muda.
Maraknya kejahatan seksual juga dipicu semakin bebasnya masyarakat
dalam perilaku seksual. Hari ini banyak perempuan tidak lagi merasa malu
mempertontonkan auratnya di tempat-tempat publik. Memang, ada sebagian
kecil orang yang mencoba menyangkal pakaian minim perempuan memicu
pelecehan seksual. Namun, berbagai riset dan fakta menunjukkan bahwa hal
itu memang menjadi pemciu dorongan seksual bagi kaum pria. Memang yang
kemudian disasar menjadi korban bisa siapa saja, termasuk bisa saja
perempuan berkerudung dan berhijab. Namun, awalnya di antaranya dipicu
oleh penampilan kaum Hawa yang mengumbar aurat.
Pergaulan bebas antara pria dan wanita juga sudah sedemikian bebas.
Berita selingkuh dan seks bebas menjadi menu media sehari-hari. Banyak
penginapan/hotel menyediakan jasa short time untuk kencan pasangan, tak peduli pasangan sah atau tidak.
Celakanya lagi, sistem hukum yang semestinya bisa memberikan efek
jera dan melindungi masyarakat justru tumpul. Dari berbagai kasus
kejahatan dan kekerasan seksual, pelaku sering mendapatkan sanksi yang
jauh dari keadilan. Dalam Pasal 285 KUHP, hukuman bagi pelaku
pemerkosaan paling lama dua belas tahun. Hukuman ini dianggap masih
terlalu ringan. Apalagi di pengadilan para pemerkosa sering mendapat
vonis yang ringan. Malah ada pelaku pemerkosaan hanya dihukum 4 tahun.
Hukuman itu bisa lebih ringan lagi bila pelakunya masih di bawah umur
(di bawah 18 tahun), berstatus pelajar dan berkelakuan baik selama masa
tahanan.
Ditambah lagi, selama ini tindakan yang ada lebih fokus pada tindakan
kuratif, bukan preventif atau berusaha mencegah terjadinya kejahatan
dan kekerasan seksual.
Penerapan Syariah Solusi Nyata
Penanganan tindak kriminal semestinya dilakukan dua sisi; preventif
dan kuratif. Tanpa upaya pencegahan (preventif), apapun langkah kuratif
yang dilakukan, semisal menjatuhkan sanksi hukum yang berat, tidak akan
pernah efektif.
Islam sedari awal hadir dengan syariahnya yang bisa mencegah terjadinya berbagai tindak kriminal, termasuk kejahatan seksual.
Islam menanamkan setiap individu untuk bertakwa kepada Allah SWT,
merasa takut dengan azab-Nya yang sangat pedih. Takwa adalah pengendali
pribadi yang paling efektif. Seorang Muslim yang bertakwa, yang
mengharapkan surga dan takut akan azab Allah SWT, akan berusaha
mengendalikan dirinya agar tidak melakukan tindak kriminal dan kejahatan
seksual. Bahkan ia tidak akan berzina sekalipun ada pria/wanita yang
menawari kesempatan tersebut. Ketakwaan ini akan membuat orang menjaga
kehormatan (‘iffah), tidak berselingkuh dan tidak melacurkan diri meskipun terjerat kesulitan ekonomi.
Masyarakat juga akan dikondisikan untuk tidak terbawa dalam arus
pergaulan yang menciptakan rangsangan yang mengarah pada perilaku seks
bebas. Kaum wanita akan didorong untuk senantiasa berada di tengah
keluarganya. Jika pun harus keluar rumah, mereka diwajibkan menutup
aurat, tidak bersolek berlebihan serta tidak bercampur-baur dengan kaum
pria seperti keadaan masyarakat sekarang; bercampur di perkantoran, di
pasar, pesta-pesta, tempat hiburan malam dan pulang larut malam, bahkan
hidup serumah meski bukan pasangan suami-istri.
Para pelajar juga dididik dengan kurikulum yang mengarahkan terbentuknya kepribadian Islam (syakhsiyyah islamiyyah), yaitu memiliki pola pikir islami dan pola sikap islami (‘aqliyyah wa nafsiyyah islamiyyah).
Dengan begitu mereka memiliki pola pergaulan yang terjaga antara pria
dan wanita; mereka tidak membudayakan pacaran dan perzinaan seperti yang
sekarang ini justru banyak terjadi di kalangan pelajar.
Dalam masyarakat Islam juga tidak akan dibiarkan peredaran minuman
keras dan pornografi apalagi narkoba. Berbagai hal yang merusak akal dan
mendorong orang terjatuh dalam perbuatan haram tidak akan diproduksi
sekalipun ada kelompok masyarakat yang menginginkannya. Syariah Islam
tidak akan berkompromi dengan berbagai barang haram dan merusak meskipun
mendatangkan keuntungan finansial bagi negara ataupun pengusaha.
Sebagai upaya preventif sekaligus kuratif, Islam pun mengancam setiap
pelaku kejahatan dengan ancaman keras. Pelaku pemerkosaan dapat
terancam sanksi cambuk seratus kali bila terkategori belum menikah (ghayru muhshan). Bila telah menikah (muhshan), pelaku zina dan perkosaan dijatuhi sanksi rajam hingga mati.
Hukuman ini bisa bertambah bila pelaku melakukan serangkaian
kejahatan lain seperti menculik, menyekap korban, meracuni dengan miras
atau narkoba, mengedarkan dan menonton konten pornografi, dsb. Atas
tindak kriminal itu mereka bisa dikenakan sanksi ta’zîr semisal penjara atau cambuk. Adapun bila sampai terjadi pembunuhan maka sanksi qishâsh akan dijatuhkan atas mereka, atau diyat sebesar 100 ekor unta (yang 40 ekornya dalam keadaan bunting) seandainya keluarga korban menuntut diyat dan bukan qishâsh, atau berupa uang senilai 1.000 dinar atau 4,25 kg emas murni (sekitar 4.250 g x Rp 539 ribu = Rp 2,291 miliar).
Sanksi ini diberikan atas semua pelaku seandainya mereka melakukannya
secara persekongkolan. Masing-masing pelaku akan dijatuhkan sanksi yang
sama satu sama lain, sebagaimana keputusan Khalifah Umar bin Khaththab
ra. yang menjadi Ijmak Sahabat.
Wahai Kaum Muslim:
Jelaslah, dengan syariah Islam aneka kejahatan termasuk kejahatan
seksual bisa dituntaskan. Kehormatan dan nyawa kaum perempuan akan
terlindungi. Bahkan siapapun, laki-laki dan perempuan, Muslim dan
non-Muslim, akan terlindungi dari tindak kejahatan. Syariah yang begitu
memuliakan dan melindungi perempuan dan mendatangkan rahmat itu hanya
akan terasa keagungannya jika diterapkan secara total dalam kehidupan
dan bukan sekadar bacaan dalam kitab-kitab fikih. Penerapan syariah yang
agung itu jelas membutuhkan institusi Khilafah dan tidak mungkin
diterapkan dalam sistem hukum selainnya. Karena itu umat Islam wajib
untuk bersegera menerapkan syariah Islam secara total dalam naungan
Khilafah Rasyidah ‘ala minhâj an-nubuwwah. WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []
Tags
Ragam